Kali ni posting pertama saya adalAh para tokoh tokoh islami yang bernama MAHFUD
1.SYECH MAHFUDZ TERMAS
Di kutip dari : www.santripegon.blogspot.com
3. MAHFUD MD
Biografi Mahfud MD. Mahfud MD terlahir dengan nama lengkap Mohammad Mahfud dilahirkan pada 13 Mei 1957 di Omben, Sampang Madura, Mahfud MD tercatat pernah menjabat sebagai Ketua MK (Mahkamah Konstitusi) Indonesia, Mahfud MD terlahir dari pasangan Mahmodin dan Suti Khadidjah. Mahmodin, pria asal Desa Plakpak, Kecamatan Pangantenan ini adalah pegawai rendahan di kantor Kecamatan Omben, Kabupaten Sampang. Mahmodin lebih dikenal dengan panggilan Pak Emmo (suku kata kedua dari Mah-mo-din, yang ditambahi awalan em). Dalam bislit pengangkatannya sebagai pegawai negeri, Emmo diberi nama lengkap oleh pemerintah menjadi Emmo Prawiro Truno. Sebagai pegawai rendahan, Mahmodin kerap berpindah-pindah tugas. Setelah dari Omben, ketika Mahfud berusia dua bulan, keluarga Mahmodin berpindah lagi ke daerah asalnya yaitu Pamekasan dan ditempatkan di Kecamatan Waru. Di sanalah Mahfud menghabiskan masa kecilnya dan memulai pendidikan sampai usia 12 tahun. Dimulai belajar dari surau sampai lulus SD.
Hukum UII yang sekarang menjadi hakim
agung, sedangkan ketika menjadi peneliti akademik di Northern Illinois
University, DeKalb Mahfud berkumpul dengan Andi A. Mallarangeng yang
sekarang menjadi juru bicara Presiden Susilo Bambang Yudhoyono.
Ketika itu Andi Mallarangeng menjadi Ketua Perhimpunan Muslim di
wilayah itu sehingga Mahfud diberi satu kamar tanpa menyewa di sebuah
kamar yang dijadikan masjid dan tempat berkumpulnya keluarga mahasiswa
muslim di berbagai negara. Perjalanan karier pekerjaan dan jabatan
Mahfud MD termasuk langka dan tidak lazim karena begitu luar biasa.
Bagaimana tidak, dimulai dari karier sebagai kemudian secara luar biasa
mengecap jabatan penting dan strategis secara berurutan pada tiga cabang
kekuasaan, eksekutif, legislatif dan yudikatif.
Akademisi
Mahfud MD memulai karier sebagai dosen di almamaternya, Fakultas Hukum Universitas Islam Indonesia, Yogyakarta, pada tahun 1984 dengan status sebagai Pegawai Negeri Sipil. Pada 1986-1988, Mahfud dipercaya memangku jabatan Sekretaris Jurusan Hukum Tata Negara FH UII, dan berlanjut dilantik menjadi Pembantu Dekan II Fakultas Hukum UII dari 1988 hingga 1990. Pada tahun 1993, gelar Doktor telah diraihnya dari Pascasarjana Universitas Gadjah Mada. Berikutnya, jabatan sebagai Direktur Karyasiswa UII dijalani dari 1991 sampai dengan 1993. Pada 1994, UII memilihnya sebagai Pembantu Rektor I untuk masa jabatan 1994-1998. Di tahun 1997-1999, Mahfud tercatat sebagai Anggota Panelis Badan Akreditasi Nasional Perguruan Tinggi. Mahfud sempat juga menjabat sebagai Direktur Pascasarjana UII pada 1998-2001. Dalam rentang waktu yang sama yakni 1998-1999 Mahfud juga menjabat sebagai Asesor pada Badan Akreditasi Nasional Perguruan Tinggi. Puncaknya, Mahfud MD dikukuhkan sebagai Guru Besar atau Profesor bidang Politik Hukum pada tahun 2000, dalam usia masih relatif muda yakni 40 tahun.
Mahfud tercatat sebagai dosen tetap Fakultas Hukum UII pertama yang meraih derajat Doktor pada tahun 1993. Dia meloncat mendahului bekas dosen dan senior-seniornya di UII, bahkan tidak sedikit dari bekas dosen dan senior-seniornya yang kemudian menjadi mahasiswa atau dibimbingnya dalam menempuh pendidikan pascasarjana. Didukung oleh karya tulisnya yang sangat banyak, baik dalam bentuk buku, jurnal, maupun makalah ilmiah, dari Lektor Madya, Mahfud melompat lagi, langsung menjadi Guru Besar. Jika dihitung dari awal menjadi dosen sampai meraih gelar guru besar, Mahfud hanya membutuhkan waktu 12 tahun. Hal itu menjadi sesuatu yang cukup berkesan baginya. Sebab umumnya seseorang bisa merengkuh gelar Guru Besar minimal membutuhkan waktu 20 tahun sejak awal kariernya. Dengan rentang waktu tersebut, Mahfud memegang rekor tercepat dalam sejarah pencapaian gelar Guru Besar. Pencapain itu diraih Mahfud saat usianya baru menginjak 41 tahun. Tidak heran jika pada waktu itu, Mahfud tergolong sebagai Guru Besar termuda di zamannya. Satu nama yang dapat disejajarkan adalah Yusril Ihza Mahendra, yang juga meraih gelar Guru Besar pada usia muda.
Eksekutif
Karier Mahfud MD kian cemerlang, tidak saja dalam lingkup akademik tetapi masuk ke jajaran birokrasi eksekutif di level pusat ketika di tahun 1999-2000 didaulat menjadi Pelaksana Tugas Staf Ahli Menteri Negara Urusan HAM (Eselon I B). Berikutnya pada tahun 2000 diangkat pada jabatan Eselon I A sebagai Deputi Menteri Negara Urusan HAM, yang membidangi produk legislasi urusan HAM. Belum cukup sampai di situ, kariernya terus menanjak pada 2000-2001 saat mantan aktivis HMI ini dikukuhkan sebagai Menteri Pertahanan pada Kabinet Persatuan Nasional di era pemerintahan Presiden Abdurrahman Wahid. Sebelumnya, Mahfud ditawari jabatan Jaksa Agung oleh Presiden Abdurrahman Wahid tetapi menolak karena merasa tidak memiliki kemampuan teknis. Selain menjadi Menteri Pertahanan, Mahfud sempat pula merangkap sebagai Menteri Kehakiman dan HAM setelah Yusril Ihza Mahendra diberhentikan sebagai Menteri Kehakiman dan HAM oleh Presiden Gus Dur pada 8 Februari 2001. Meski diakui, Mahfud tidak pernah efektif menjadi Menteri Kehakiman karena diangkat pada 20 Juli 2001 dan Senin, 23 Juli, Gus Dur lengser. Sejak itu Mahfud menjadi Menteri Kehakiman dan HAM demisioner.
Legislatif
Ingin mencoba dunia baru, Mahfud MD memutuskan terjun ke politik praktis. Mahfud sempat menjadi Ketua Departemen Hukum dan Keadilan DPP Partai Amanat Nasional (PAN) di awal-awal partai itu dibentuk dimana Mahfud juga turut membidani. Sempat memutuskan untuk kembali menekuni dunia akademis dengan keluar dari PAN dan kembali ke kampus. Meski memulai karier di PAN, Mahfud tak meneruskan langkahnya di partai yang dia deklarasikan itu, justru kemudian bergabung dengan mentornya, Gus Dur di Partai Kebangkitan Bangsa. Tidak menunggu lama, Mahfud dipercaya menjadi Wakil Ketua Umum Dewan Tanfidz Partai Kebangkitan Bangsa (PKB) pada tahun 2002-2005. Di tengah-tengah kesibukan berpolitik itu, Universitas Islam Kadiri (Uniska) meminang Mahfud MD untuk menjadi Rektor periode 2003-2006. Meski bersedia, namun beberapa waktu kemudian Mahfud mengundurkan diri karena khawatir tidak dapat berbuat optimal saat menjadi Rektor akibat kesibukan serta domisilinya yang di luar Kediri. Kiprahnya terus berlanjut, kali ini di dunia politik, Mahdud terpilih menjadi anggota DPR RI periode 2004-2008. Mahfud MD bertugas di Komisi III DPR sejak 2004.bersama koleganya di Fraksi Kebangkitan Bangsa. Namun sejak 2008, Mahfud MD berpindah ke Komisi I DPR. Di samping menjadi anggota legislatif, sejak 2006 Mahfud juga menjadi Anggota Tim Konsultan Ahli pada Badan Pembinaan Hukum Nasional (BPHN) Departemen Hukum dan Hak Asasi Manusia (Depkumham).
Yudikatif
Belum puas berkarier di eksekutif dan legislatif, Mahfud MD mantap menjatuhkan pilihan mengabdi di ranah yudikatif untuk menjadi hakim konstitusi melalui jalur DPR. Setelah melalui serangkaian proses uji kelayakan dan kepatutan bersama 16 calon hakim konstitusi di Komisi III DPR akhirnya Mahfud bersama dengan Akil Mochtar dan Jimly Asshiddiqie terpilih menjadi hakim konstitusi dari jalur DPR. Mahfud MD terpilih menggantikan hakim Konstitusi Achmad Roestandi yang memasuki masa purna tugas. Pelantikannya menjadi Hakim Konstitusi terhitung sejak 1 April 2008, berdasarkan Keputusan Presiden RI Nomor 14/P/Tahun 2008, yang ditetapkan di Jakarta pada tanggal 28 Maret 2008. Selanjutnya, pada pemilihan Ketua Mahkamah Konstitusi, yang berlangsung terbuka di ruang sidang pleno Gedung Mahkamah Konstitusi, Jakarta, Selasa 19 Agustus 2008, Mahfud MD terpilih menjadi Ketua Mahkamah Konstitusi periode 2008-2011 menggantikan ketua sebelumnya, Jimly Asshiddiqie. Dalam pemungutan suara, Mahfud menang tipis, satu suara yakni mendapat 5 suara sedang Jimly 4 suara. Secara resmi, Mahfud MD dilantik dan mengangkat sumpah Ketua Mahkamah Konstitusi di Gedung Mahkamah Konstitusi, pada Kamis 21 Agustus 2008.
Disela-sela kesibukannya sebagai Ketua Mahkamah Konstitusi, Mahfud MD selalu menyempatkan waktunya untuk mengajar, biasanya di hari Sabtu dan Minggu. Mahfud terbiasa dengan kondisi demikian, sebab dari awal karier, Mahfud memang berkeinginan menjadi pengajar, jiwa yang dimiliki adalah jiwa untuk mengajar. Hal ini sudah tampak sejak Mahfud kecil bercita-cita ingin menjadi guru ngaji. Setelah kuliah, Mahfud ingin menjadi dosen, karena suka melihat dosen-dosen yang kreatif dan suka berdebat. Bahkan Mahfud sering bolos bila dosen yang mengajar adalah dosen yang tidak kreatif.
Referensi :
- http://www.mahfudmd.com/index.php?page=web.BiografiDetail&id=1
- http://www.mahfudmd.com/index.php?page=web.BiografiDetail&id=3
- http://www.mahfudmd.com/index.php?page=web.BiografiDetail&id=4
- http://www.mahfudmd.com/index.php?page=web.BiografiDetail&id=9
1.SYECH MAHFUDZ TERMAS
SYEKH MAHFUDZ AT-TERMASI
Nama
lengkapnya adalah Muhammad Mahfudh bin Al-Allamah Haji Abdullah bin Haji Abdul
Manan bin Abdullah bin Ahmad At-Turmusi. Lahir di desa Termas (Pacitan), Jawa
Timur. Pada tanggal 12 Jumadil Awal 1285 H./ 31 Agustus 1868 M. Wafat di Makkah
pada tanggal 1 Rajab 1338 H./ 20 Mei 1920 M.1
RIWAYAT PENDIDIKAN SYEKH MAHFUDH2
Pendidikan
Syekh Mahfudh dimulai dari keluar-ganya sendiri di bawah asuhan ayahnya
Al-Alamah Haji Abdullah secara intensif, meliputi belajar Al-Qur’an dan
beberapa kitab klasik diantaranya adalah Fathul
Mu’in, Fathul Wahhab, Syarah As-Syarqowiyah Al-Hikam dan sebagainya tafsir
Al-Jalalin hingga sampai surat Yunus saja. Keinginan untuk memper-dalam ilmu
agama tidak pupus begitu saja, yang akhirnya beliau memilih pondok pesantren di
daerah Semarang Jawa Tengah yang pada
saat itu diasuh oleh Al-Allamah Haji Muhammad Sholeh bin Umar atau yang dikenal
dengan sebutan Mbah Sholeh Darat, diantara kitab-kitab yang dikajinya adalah: Syarah Hikam (dua kali khatam), Tafsir Jalalain (dua kali khatam), Syarah Al-Mardini dan Wasilah Ath-Thullab,
kitab yang terakhir ini mengenai ilmu falak dan ditashih serta di-tahqiq oleh
Syekh Ahmad Al-Fathani.
Setelah
itu beliau hijrah ke Makkah Al-Mukaramah guna menyempurnakan ilmunya di bawah
bimbingan beberapa ulama kenamaan pada saat itu, diantaranya adalah Syekh Ahmad
Al-Minsyawi yang dikenal dengan nama Muqri, beliau belajar Qiro’ahnya Imam
Ashim dan Tajwid, sebagian syarah Ibni Al-Qashih ‘Ala Asy-Syatibiyyah (tidak
sempat khatam). Dalam masa yang sama beliau juga belajar kepada Syekh Umar bin
Barakat Asy-Syami, kitab yang dikajinya adalah Syarah Syudhuru As-Zahab Li
Ibni Hisyam. Kitab ini disusun oleh gurunya. Kemudian berguru kepada Syekh
Mustafa Al-Afifi, Kitab yang dipelajarinya adalah Syarah Jam’ul Jamawi’ Lil
Mahalli dan Mughni Al-Labib, juga kepada Sayyid Husain bin Sayyid
Muhammad Al-Habsyi, kitab yang dikajinya adalah Shahih Al-Bukhari.
Kemudian berguru kepada Syekh Muhammad Sa’id Ba Basha’il, kitab yang dikajinya
adalah Sunan Abu Dawud, Sunan At-Tarmidzi dan Sunan An-Nasa’i,
kemudian berguru juga kepada Sayyid Ahmad Az-Zawawi, kitab yang dipelajarinya
adalah Syarah Uqud Al-Juman, karangan gurunya itu, dan sebagian kitab Asy
Syifa’ Lil Qadhi Al-Iyadh. Kemudian berguru kepada Syekh Muhammad Asy
Syarbini Ad-Dimyathi, kitab yang dikajinya meliputi, Syarah Ibnu Al-Qashih,
Syarah Ad Durrah Al-Mudhi’ah, Syarah Thaiban An-Nasyr Fi Al-Qira’at
Al-‘Asyr, Ar Raudh An-Nadhir Lil Mutawali, Syarah Ar-Ra’iyah
Ittihaf Al-Basyar Fi al-Qirad Al-Arba’ah Al-‘Asyar dan Tafsir Al-Baidhawi bi
Hasyiatihi.
Kemudian
berguru kepada Sayyid Muhammad Amin bin Ahmad Ridhwan Al-Madani, Kitab yang
dikajinya adalah Dala’il Al-Khairat, Al-Ahzab, Al-Burdah, Al-Awwaliyat,
Al-‘Ajluni dan Al-Muwatha’ karya Imam Malik. Ulama’ yang paling
banyak mengajarnya dalam pelbagai ilmu seluruhnya adalah Sayid Abi Bakr bin
Sayyid Muhammad Asy-Syatha’. Beliau adalah ulama’ alim ‘allamah pengarang kitab
terpopuler di kalangan pesantren di Indonesia, terutama Jawa yaitu I’anathut
Thalibin syarah kitab Fathul Mu’in yang selesai ditulis bulan Syawal
1300 H. Sebelum dicetak kitab tersebut ditashih dan ditahqiq oleh Syekh ahmad
Al-Fathani dan Syekh Muhammad bin Sulaiman Hasbullah Al-Makki.
SYEKH MAHFUDH GURU PARA ULAMA’ BESAR 3
Setelah
sukses belajar, beliau habiskan seluruh hidupnya untuk mengajarkan beberapa
ilmunya di Masjidil Haram, banyak muridnya terdiri dari orang Jawa. Selain
adik-adiknya sendiri, diantara yang belajar kepada beliau adalah KH. Hasyim
Asy'ari Tebuireng, KH. Dalhar Watucongol, KH. R. Mas Kumambang Surabaya, dsb.
Dalam
sebuah buku yang menguraikan sejarah pesantren Termas tulisan Muhammad SH.
disebutkan, bahwa Syekh Mahfudh adalah seorang ahli hadits Bukhari. Bahkan
beliau diakui sebagai sanad (mata rantai) yang sah dalam pengajaran Shahih
Bukhari. Ijazah tersebut langsung diperoleh dari Imam Bukhari dan
diserahkan secara berantai melalui 23 generasi ulama yang telah menguasai Shahih
Bukhari. Waktu itu, Syekh Mahfudh merupakan mata rantai terakhir dari kitab
hadits itu.
Ciri
khas Syekh Mahfudh ketika mengajar di Masjidil Haram adalah kefasihannya dalam
berbahasa Arab, serta selingan-selingan bahasa Jawa. Sampai akhir hayatnya (w.
1338 H.), beliau tetap tinggal di Makkah. Sementara itu nama Syekh Mahfudh
telah sedemikian masyhur, bahkan daerah asalnya, Termas ikut terangkat di
kancah internasional, karena beliau selalu mencantumkan "At-Turmusi"
di belakang nama-nya, termasuk pada kitab-kitab yang disusunnya. Bahkan dua
kitabnya menyebut langsung nama Termas.
Disamping
mengajar, waktu beliau hampir seluruhnya digunakan untuk menulis kitab-kitab.
Kemampuan intelektualnya yang tinggi menyebabkan Syekh Mahfudh tidak hanya
membuat ringkasan kitab-kitab, melainkan membuat syarah, atau menulis
kitab-kitab baru. Di banyak negara Islam, termasuk di Indonesia, Malaysia,
Singapura dan negara-negara Asia Tenggara, kitab-kitab susunan Syekh Mahfudh
banyak dipelajari dan diajarkan orang.
Di
antara kitab-kitab beliau yang sudah terbit adalah sebagai berikut:
1. As-Siqayatul
Mardliyyah
2. Minhatul
Kimiriyyah
3. Mauhibatu
Dzil-Fadl
4. Minhaju
Dzawinnazhar
5. Al-Badrul
Munir
6. Tanwirush
Shadr
7. Insyarahul
Fuad
8. Ta'mimul
Manafi
9. Al-Fuadut
Tarmisiyah
10. Kifayatul
Mustafid
11. Is'afulMathali'
12. Al-Khil'ah
Al-Fikriyyah
13. Ar-Risalah
At-Tarmisiyah
Hasyiyatu
Takmuilati Minhajil Qawim Nailul Ma'mul.
1 Wan Moh. Shagir Abdullah, Ulama’ Hadis Dunia Melayu, www.ulama’ penulis Indonesia.com, 21 Mei 2005,
di akses Maret 2008.
2 Syekh Mahfudh, At-Turmusi,
Al-Mathba’ah Al-Amiroh Al-Syarfiyyah bin Misr Al-Hammiyah, Vol. IV.
3 Lihat Majalah Santri 3 / Th. I / 1990,
hlm. 15.
2. DR. KH. MA. Sahal Mahfudz
Nama lengkap KH. MA. Sahal Mahfudz (selanjutnya disebut dengan Kyai
Sahal) adalah Muhammad Ahmad Sahal bin Mahfudz bin Abd. Salam Al-Hajaini
lahir di Desa Kajen, Margoyoso Pati pada tanggal 17 Desember 1937.
Beliau adalah anak ketiga dari enam bersaudara yang merupakan ulama
kontemporer Indonesia yang disegani karena kehati-hatiannya dalam
bersikap dan kedalaman ilmunya dalam memberikan fatwa terhadap
masyarakat baik dalam ruang lingkup lokal (masyarakat dan pesantren yang
dipimpinnya) dan ruang lingkup nasional.
Sebelum orang mengenal Kyai Sahal, orang akan mengenalnya sebagai sosok
yang biasa-biasa saja. Dengan penampilan yang sederhana orang mengira,
beliau sebagai orang biasa yang tidak punya pengetahuan apapun. Namun
ternyata pengetahuan dan kepakaran Kyai Sahal sudah diakui. Salah satu
contoh, sosok yang menjadi pengasuh pesantren2 ini pernah bergabung
dengan institusi yang bergerak dalam bidang pendidikan, yaitu menjadi
anggota BPPN3 selama 2 periode yaitu dari tahun 1993-2003.
Kyai Sahal lahir dari pasangan Kyai Mahfudz bin Abd. Salam al- Hafidz (w
1944 M) dan Hj. Badi’ah (w. 1945 M) yang sedari lahir hidup di
pesantren, dibesarkan dalam lingkungan pesantren, belajar hingga ladang
pengabdiannya pun ada di pesantren. Saudara Kyai Sahal yang berjumlah
lima orang yaitu, M. Hasyim, Hj. Muzayyanah (istri KH. Mansyur Pengasuh
PP An-Nur Lasem), Salamah (istri KH. Mawardi, pengasuh PP Bugel-Jepara,
kakak istri KH. Abdullah Salam ), Hj. Fadhilah (istri KH. Rodhi Sholeh
Jakarta), Hj. Khodijah (istri KH. Maddah, pengasuh PP Assuniyah Jember
yang juga cucu KH. Nawawi, adik kandung KH. Abdussalam, kakek KH.
Sahal.).
Pada tahun 1968/69 Kyai Sahal menikah dengan Dra Hj Nafisah binti KH.
Abdul Fatah Hasyim, Pengasuh Pesantren Fathimiyah Tambak Beras Jombang
dan berputra Abdul Ghofar Rozin yang sejak sekarang sudah dipersiapkan
untuk menggantikan kepemimpinan Kyai Sahal.
A. Latar Belakang Kehidupan
KH. Sahal Mahfudz dididik oleh ayahnya yaitu KH. Mahfudz dan memiliki
jalur nasab dengan Syekh Ahmad Mutamakkin, namun KH. Sahal Mahfudz
sangat dipengaruhi oleh kekyainan pamannya sendiri, K.H. Abdullah Salam.
Syekh Ahmad Mutamakkin sendiri termasuk salah seorang pejuang Islam
yang gigih, seorang ahli hukum Islam (faqih) yang disegani, seorang guru
besar agama dan lebih dari itu oleh pengikutnya dianggap sebagai salah
seorang waliyullah.
Sedari kecil Kyai Sahal dididik dan dibesarkan dalam semangat memelihara
derajat penguasaan ilmu-ilmu keagamaan tradisional. Apalagi Kiai
Mahfudh Salam (yang juga bapaknya sendiri) seorang kiai ampuh, dan adik
sepupu almarhum Rais Aam NU, Kiai Bisri Syamsuri. Selain itu juga
terkenal sebagai hafidzul qur’an yang wira’i dan zuhud dengan
pengetahuan agama yang mendalam terutama ilmu ushul.
Pesantren adalah tempat mencari ilmu sekaligus tempat pengabdian Kyai
Sahal. Dedikasinya kepada pesantren, pengembangan masyarakat, dan
pengembangan ilmu fiqh tidak pernah diragukan Pada dirinya terdapat
tradisi ketundukan mutlak pada ketentuan hukum dalam kitab-kitab fiqih
dan keserasian total dengan akhlak ideal yang dituntut dari ulama
tradisional. Atau dalam istilah pesantren, ada semangat tafaqquh
(memperdalam pengetahuan hukum agama) dan semangat tawarru’ (bermoral
luhur).
Ada dua faktor yang mempengaruhi pemikiran Kyai Sahal yaitu, pertama
adalah lingkungan keluarganya. Bapak beliau yaitu Kyai Mahfudz adalah
orang yang sangat peduli pada masyarakat. Setelah Kyai Mahfudz
meninggal, Kyai Sahal kemudian diasuh oleh KH. Abdullah Salam, orang
yang sangat concern pada kepentingan masyarakat juga. Beliau adalah
orang yang mendalami tasawuf juga orang yang berjiwa sosial tinggi.
Dalam melakukan sesuatu ada nilai transendental yang diajarkan tidak
hanya dilihat dari segi materi. Kyai Mahfudz orang yang cerdas, tegas
dan peka terhadap persoalan sosial dan KH. Abdullah Salam juga orang
yang tegas, cerdas, wira’I, muru’ah, dan murah hati. Di bawah asuhan dua
orang yang luar biasa dan mempunyai karakter kuat inilah Kyai Sahal
dibesarkan.
Yang kedua dari segi intelektual, Kyai Sahal sangat dipengaruhi oleh
pemikiran Imam Ghazali. Dalam berbagai teori Kyai Sahal banyak mengutip
pemikiran Imam Ghazali.13 Selama belajar di pesantren inilah Kyai Sahal
berinteraksi dengan berbagai orang dari segala lapisan masyarakat baik
kalangan jelata maupun kalangan elit masyarakat yang pada akhirnya
mempengaruhi pemikiran beliau. Selepas dari pesantren beliau aktif di
berbagai organisasi kemasyarakatan. Perpaduan antara pengalaman di dunia
pesantren dan organisasi inilah yang diimplementasikan oleh Kyai Sahal
dalam berbagai pemikiran beliau.
Minat baca Kyai Sahal sangat tinggi dan bacaannya cukup banyak terbukti
beliau punya koleksi 1.800-an buku di rumahnya. Meskipun Kyai Sahal
orang pesantren bacaannya cukup beragam, diantaranya tentang psikologi,
bahkan novel detektif walaupun bacaan yang menjadi favoritnya adalah
buku tentang agama. Beliau membaca dalam artian konteks kejadian. Tidak
heran kalau Kiai Sahal—meminjam istilah Gus Dur—lalu ‘menjadi jago’
sejak usia muda. Belum lagi genap berusia 40 tahun, dirinya telah
menunjukkan kemampuan ampuh itu dalam forum-forum fiqih. Terbukti pada
berbagai sidang Bahtsu Al-Masail tiga bulanan yang diadakan Syuriah NU
Jawa Tengah, beliau sudah aktif di dalamnya.
Kyai Sahal adalah pemimpin Pesantren Maslakul Huda Putra sejak tahun
1963. Pesantren di Kajen, Margoyoso, Pati, Jawa Tengah, ini didirikan
oleh ayahnya, KH Mahfudz Salam, tahun 1910. Sebagai pemimpin pesantren,
Kyai Sahal dikenal sebagai pendobrak pemikiran tradisional di kalangan
NU yang mayoritas berasal dari kalangan akar rumput. Sikap demokratisnya
menonjol dan dia mendorong kemandirian dengan memajukan kehidupan
masyarakat di sekitar pesantrennya melalui pengembangan pendidikan,
ekonomi dan kesehatan.
B. Pendidikan dan Guru-guru KH Sahal
Untuk urusan pendidikan, yang paling berperan dalam kehidupan Kyai Sahal
adalah KH. Abdullah Salam yang mendidiknya akan pentingnya ilmu dan
tingginya cita-cita. KH. Abdullah Salam tidak pernah mendikte seseorang.
Kyai Sahal diberi kebebasan dalam menuntut ilmu dimanapun. Tujuannya
agar Kyai Sahal bertanggung jawab pada pilihannya. Apalagi dalam
menuntut ilmu Kyai Sahal menentukan adanya target, hal inilah yang
menjadi kunci kesuksesan beliau dalam belajar. Ketika belajar di
Mathali’ul Falah Kyai Sahal berkesempatan mendalami nahwu sharaf, di
Pesantren Bendo memperdalam fiqh dan tasawuf, sedangkan sewaktu di
Pesantren Sarang mendalami balaghah dan ushul fiqh.
Memulai pendidikannya di Madrasah Ibtidaiyah (1943-1949), Madrasah
Tsanawiyah (1950-1953) Perguruan Islam Mathaliul Falah, Kajen, Pati.
Setelah beberapa tahun belajar di lingkungannya sendiri, Kyai Sahal muda
nyantri ke Pesantren Bendo, Pare, Kediri, Jawa Timur di bawah asuhan
Kiai Muhajir, Selanjutnya tahun 1957-1960 dia belajar di pesantren
Sarang, Rembang, di bawah bimbingan Kiai Zubair. Pada pertengahan tahun
1960-an, Kyai Sahal belajar ke Mekah di bawah bimbingan langsung Syaikh
Yasin al-Fadani. Sementara itu, pendidikan umumnya hanya diperoleh dari
kursus ilmu umum di Kajen (1951-1953).
Di Bendo Kyai Sahal mendalami keilmuan tasawuf dan fiqih termasuk kitab
yang dikajinya adalah Ihya Ulumuddin, Mahalli, Fathul Wahab, Fathul
Mu’in, Bajuri, Taqrib, Sulamut Taufiq, Sullam Safinah, Sullamul Munajat
dan kitab-kitab kecil lainnya. Di samping itu juga aktif mengadakan
halaqah- halaqah kecil-kecilan dengan teman-teman senior. Sedangkan di
Pesantren Sarang Kyai Sahal mengaji pada Kyai Zubair19 tentang ushul
fiqih, qawa’id fiqh dan balaghah. Dan kepada Kyai Ahmad beliau mengaji
tentang Hikam. Kitab yang dipelajari waktu di Sarang antara lain, Jam’ul
Jawami dan Uqudul Juman, Tafsir Baidlowi tidak sampai khatam, Lubbabun
Nuqul sampai khatam, Manhaju Dzawin Nazhar karangan Syekh Mahfudz
At-Tarmasi dan lain-lain.
C. Tugas dan Jabatan
Kyai Sahal bukan saja seorang ulama yang senantiasa ditunggu fatwanya,
atau seorang kiai yang dikelilingi ribuan santri, melainkan juga seorang
pemikir yang menulis ratusan risalah (makalah) berbahasa Arab dan
Indonesia, dan juga aktivis LSM yang mempunyai kepedulian tinggi
terhadap problem masyarakat kecil di sekelilingnya. Penghargaan yang
diterima beliau terkait dengan masyarakat kecil adalah penganugerahan
gelar Doktor Kehormatan (Doctor Honoris Causa) dalam bidang pengembangan
ilmu fiqh serta pengembangan pesantren dan masyarakat pada 18 Juni 2003
di Universitas Islam Negeri Syarif Hidayatullah Jakarta.
Peran dalam organisasipun sangat signifikan, terbukti beliau dua periode
menjabat Rais Aam Syuriah Pengurus Besar Nahdlatul Ulama (1999-2009)
dan Ketua Umum Majelis Ulama Indonesia (MUI) masa bakti 2000-2010. Pada
Musyawarah Nasional (Munas) MUI VII (28/7/2005) Rais Aam Syuriah
Pengurus Besar Nahdlatul Ulama (NU), itu terpilih kembali untuk periode
kedua menjabat Ketua Umum Majelis Ulama Indonesia (MUI) masa bakti
2005-2010.
Pada Muktamar Nahdlatul Ulama (NU) di Donohudan, Boyolali, Jateng.,
Minggu (28/11-2/12/2004), beliau pun dipilih untuk periode kedua
2004-2009 menjadi Rais Aam Syuriah Pengurus Besar Nahdlatul Ulama (NU).
Pada 26 November 1999, untuk pertama kalinya dia dipercaya menjadi Rais
Aam Syuriah PB NU, mengetuai lembaga yang menentukan arah dan
kebijaksanaan organisasi kemasyarakatan yang beranggotakan lebih 30-an
juta orang itu. KH Sahal yang sebelumnya selama 10 tahun memimpin
Majelis Ulama Indonesia (MUI) Provinsi Jawa Tengah, juga didaulat
menjadi Ketua Umum Dewan Pimpinan MUI pada Juni 2000 sampai tahun 2005.
Selain jabatan-jabatan diatas, jabatan lain yang sekarang masih diemban
oleh beliau adalah sebagai Rektor INISNU Jepara, Jawa Tengah
(1989-sekarang) dan pengasuh Pengasuh Pondok Pesantren Maslakul Huda,
Kajen, Pati (1963 - Sekarang).
Sedangkan pekerjaan yang pernah beliau lakukan, adalah guru di Pesantren
Sarang, Rembang (1958-1961), Dosen kuliah takhassus fiqh di Kajen
(1966-1970), Dosen di Fakultas Tarbiyah UNCOK, Pati (1974-1976), Dosen
di Fak. Syariah IAIN Walisongo Semarang (1982-1985), Rektor Institut
Islam Nahdlatul Ulama (INISNU) Jepara (1989-sekarang), Kolumnis tetap di
Majalah AULA (1988-1990), Kolumnis tetap di Harian Suara Merdeka,
Semarang (1991-sekarang), Rais 'Am Syuriyah PBNU (1999-2004), Ketua Umum
Majelis Ulama Indonesia (MUI, 2000-2005), Ketua Dewan Syari'ah Nasional
(DSN, 2000-2005), dan sebagai Ketua Dewan Pengawas Syari'ah pada
Asuransi Jiwa Bersama Putra (2002-sekarang).
Sosok seperti Kyai Sahal ini kiranya layak menjadi teladan bagi semua
orang. Sebagai pengakuan atas ketokohannya, beliau telah banyak
mendapatkan penghargaan, diantaranya Tokoh Perdamaian Dunia (1984),
Manggala Kencana Kelas I (1985-1986), Bintang Maha Putra Utarna (2000)
dan Tokoh Pemersatu Bangsa (2002).
Sepak terjang KH. Sahal tidak hanya lingkup dalam negeri saja.
Pengalaman yang telah didapatkan dari luar negeri adalah, dalam rangka
studi komparatif pengembangan masyarakat ke Filipina tahun 1983 atas
sponsor USAID, studi komparatif pengembangan masyarakat ke Korea Selatan
tahun 1983 atas sponsor USAID, mengunjungi pusat Islam di Jepang tahun
1983, studi komparatif pengembangan masyarakat ke Srilanka tahun 1984,
studi komparatif pengembangan masyarakat ke Malaysia tahun 1984,
delegasi NU berkunjung ke Arab Saudi atas sponsor Dar al-Ifta’ Riyadh
tahun 1987, dialog ke Kairo atas sponsor BKKBN Pusat tahun 1992,
berkunjung ke Malaysia dan Thailand untuk kepentingan Badan Pertimbangan
Pendidikan Nasional (BPPN) tahun 1997.
D. Karya-karya KH. MA. Sahal Mahfudz
Kyai Sahal adalah seorang pakar fiqih (hukum Islam), yang sejak menjadi
santri seolah sudah terprogram untuk menguasai spesifikasi ilmu tertentu
yaitu dalam bidang ilmu Ushul Fiqih, Bahasa Arab dan Ilmu
Kemasyarakatan. Namun beliau juga mampu memberikan solusi permasalahan
umat yang tak hanya terkait dengan tiga bidang tersebut, contohnya dalam
bidang kesehatan dan beliau menemukan suatu bagian tersendiri dalam
fiqh.
Dalam bidang kesehatan Kyai Sahal mendapat penghargaan dari WHO dengan
gagasannya mendirikan taman gizi yang digerakkan para santri untuk
menangani anak-anak balita (hampir seperti Posyandu). Selain itu juga
mendirikan balai kesehatan yang sekarang berkembang menjadi Rumah Sakit
Islam.
Berbicara tentang karya beliau, pada bagian fiqh beliau menulis seperti
Al-Tsamarah al-Hajainiyah yang membicarakan masalah fuqaha, al-Barokatu
al- Jumu’ah ini berbicara tentang gramatika Arab. Sedangkan karya Kyai
Sahal yang berbentuk tulisan lainnya adalah:
- Buku (kumpulan makalah yang diterbitkan):
- Thariqatal-Hushul ila Ghayahal-Ushul, (Surabaya: Diantarna, 2000)
- Pesantren Mencari Makna, (Jakarta: Pustaka Ciganjur, 1999)
- Al-Bayan al-Mulamma' 'an Alfdz al-Lumd", (Semarang: Thoha Putra, 1999)
- Telaah Fikih Sosial, Dialog dengan KH. MA. Sahal Mahfudh, (Semarang: Suara Merdeka, 1997)
- Nuansa Fiqh Sosial (Yogyakarta: LKiS, 1994)
- Ensiklopedi Ijma' (terjemahan bersama KH. Mustofa Bisri dari kitab Mausu'ah al-Ij ma'). (Jakarta; Pustaka Firdaus, 1987).
- Al-Tsamarah al-Hajainiyah, I960 (Nurussalam, t.t)
- Luma' al-Hikmah ila Musalsalat al-Muhimmat, (Diktat Pesantren Maslakul Huda, Pati).
- Al-Faraid al-Ajibah, 1959 (Diktat Pesantren Maslakul Huda, Pati)
- Risalah dan Makalah (tidak diterbitkan):
- Tipologi Sumber Day a Manusia Jepara dalam Menghadapi AFTA 2003 (Workshop KKNINISNU Jepara, 29 Pebruari 2003).
- Strategi dan Pengembangan SDM bagi Institusi Non-Pemerintah, (Lokakarya Lakpesdam NU, Bogor, 18 April 2000).
- Mengubah Pemahaman atas Masyarakat: Meletakkan Paradigma Kebangsaan dalam Perspektif Sosial (Silarurahmi Pemda II Ulama dan Tokoh Masyarakat Purwodadi, 18 Maret 2000).
- Pokok-Pokok Pikiran tentang Militer dan Agama (Halaqah Nasional PB NU dan P3M, Malang, 18 April 2000)
- Prospek Sarjana Muslim Abad XXI, (Stadium General STAI al-Falah Assuniyah, Jember, 12 September 1998)
- Keluarga Maslahah dan Kehidupan Modern, (Seminar Sehari LKKNU, Evaluasi Kemitraan NU-BKKBN, Jakarta, 3 Juni 1998)
- Pendidikan Agama dan Pengaruhnya terhadap Penghayatan dan Pengamalan Budi Pekerti, (Sarasehan Peningkatan Moral Warga Negara Berdasarkan Pancasila BP7 Propinsi Jawa Tengah, 19 Juni 1997)
- Metode Pembinaan Aliran Sempalan dalam Islam, (Semarang, 11 Desember 1996)
- Perpustakaan dan Peningkatan SDM Menurut Visi Islam, (Seminar LP Ma'arif, Jepara, 14 Juli 1996)
- Arah Pengembangan Ekonomi dalam Upaya Pemberdayaan Ekonomi Umat, (Seminar Sehari, Jember, 27 Desember 1995)
- Pendidikan Pesantren sebagai Suatu Alternatif Pendidikan Nasional, (Seminar Nasional tentang Peranan Lembaga Pendidikan Islam dalam Peningkatan Kualitas SDM Pasca 50 tahun Indonesia Merdeka, Surabaya, 2 Juli 1995)
- Peningkatan Penyelenggaraan Ibadah Haji yang Berkualitas, (disampaikan dalam Diskusi Panel, Semarang, 27 Juni 1995)
- Pandangan Islam terhadap Wajib Belajar, (Penataran Sosialisasi Wajib belajar 9 Tahun, Semarang 10 Oktober 1994)
- Perspektif dan Prospek Madrasah Diniyah, (Surabaya, 16 Mei 1994)
- Fiqh Sosial sebagai Alternatif Pemahaman Beragama Masyarakat, (disampaikan dalam kuliah umum IKAHA, Jombang, 28 Desember 1994)
- Reorientasi Pemahaman Fiqh, Menyikapi Pergeseran Perilaku Masyarakat, (disampaikan pada Diskusi Dosen Institut Hasyim Asy'ari, Jombang, 27 Desember 1994)
- Sebuah Releksi tentang Pesantren, (Pati, 21 Agustus 1993)
- Posisi Umat Islam Indonesia dalam Era Demokratisasi dari Sudut Kajian Politis, (Forum Silaturahmi PP Jateng, Semarang, 5 September 1992).
- Kepemimpinan Politik yang Berkeadilan dalam Islam, (Halaqah Fiqh Imaniyah, Yogyakarta, 3-5 Nopember 1992)
- Peran Ulama dan Pesantren dalam Upaya Peningkatan Derajat Kesehatan Umat, (Sarasehan Opening RSU Sultan Agung, Semarang, 26 Agustus 1992).
- Pandangan Islam Terhadap AIDS, (Seminar, Surabaya,1 Desember 1992)
- Kata Pengantar dalam buku Quo Vadis NU karya Kacung Marijan, (Pati, 13 Pebruari 1992)
- Peranan Agama dalam Pembinaan Gizi dan Kesehatan Keluarga, Pandangan dari Segi Posisi Tokoh Agama, Muallim, dan Pranata Agama, (Muzakarah Nasional, Bogor, 2 Desember 1991)
- Mempersiapkan Generasi Muda Islam Potensial, (Siaran Mimbar Agama Islam TVRI, Jakarta, 24 Oktober 1991)
- Moral dan Etika dalam Pembangunan, (Seminar Kodam IV, Semarang, 18-19 September 1991)
- Pluralitas Gerakan Islam dan Tantangan Indonesia Masa Depan, Perpsketif Sosial Ekonomi, (Seminar di Yogyakarta, 10 Maret 1991)
- Islam dan Politik, (Seminar, Kendal, 4 Maret 1989)
- Filosofi dan Strategi Pengembangan Masyarakat di Lingkungan NU, (disampaikan dalam Temu Wicara LSM, Kudus, 10 September 1989)
- Disiplin dan Ketahanan Nasional, Sebuah Tinjauan dari Ajaran Islam, (Forum MUIII, Kendal, 8 Oktober 1988)
- Relevansi Ulumuddiyanah di Pesantren dan Tantangan Masyarakat, (Mudzakarah, P3M, Mranggen, 19-21 September 1988)
- Prospek Pesantren dalam Pengembangan Science, (Refreshing Course KPM, Tambak Beras, Jombang 19 Januari 1988)
- Ajaran Aswaja dan Kaitannya dengan Sistem Masyarakat, (LKL GP Anshor dan Fatayat, Jepara 12-17 Februari 1988)
- AIDS dan Prostisusi dari Dimensi Agama Islam, (Seminar AIDS dan Prostitusi YAASKI, Yogyakarta, 21 Juni 1987)
- Sumbangan Wawasan tentang Madrasah dan Ma'arif, (Raker LP Ma'arif, Pati, 21 Desember 1986)
- Program KB dan Ulama, (Pati, 27 Oktober 1986)
- Hismawati dan Taman Gizi, (Sarasehan gizi antar santriwati,
- Administrasi Pembukuan Keuangan Menurut Pandangan Islam, (Latihan Administrasi Pembukuan dan Keuangan bagi TPM, Pan, 8 April 1986)
- Pendekatan Pola Pesantren sebagai Salah Satu Alternatif membudayakan NKKBS, (Rapat Konsultasi Nasional Bidang, KB, Jakarta, 23-27 Januari 1984)
- Pelaksanaan Pendidikan Kependudukan di Pesantren, (Lokakarya Pendidikan Kependudukan di Pesantren, (Jakarta, 6-8 Januari 1983)
- Tanggapan atas Pokok-Pokok Pikiran Pembaharuan Pendidikan Nasional, (27 Nopember 1979)
- Peningkatan Sosial Amaliah Islam, (Pekan Orientasi Ulama Khotib, Pati, 21-23 Pebruari 1977)
- Intifah al-Wajadain, (Risalah tidak diterbitkan)
- Wasmah al-Sibydn ild I'tiqdd ma' da al-Rahman, (Risalah tidak diterbitkan)
- I'dnah al-Ashhdb, 1961 (Risalah tidak diterbitkan)
- Faid al-Hija syarah Nail al-Raja dan Nazhdm Safinah al-Naja, 1961 (Risalah tidak diterbitkan)
- Al-Tarjamah al-Munbalijah 'an Qasiidah al-Munfarijah, (Risalah tidak diterbitkan)
Di kutip dari : www.santripegon.blogspot.com
3. MAHFUD MD
Biografi Mahfud MD. Mahfud MD terlahir dengan nama lengkap Mohammad Mahfud dilahirkan pada 13 Mei 1957 di Omben, Sampang Madura, Mahfud MD tercatat pernah menjabat sebagai Ketua MK (Mahkamah Konstitusi) Indonesia, Mahfud MD terlahir dari pasangan Mahmodin dan Suti Khadidjah. Mahmodin, pria asal Desa Plakpak, Kecamatan Pangantenan ini adalah pegawai rendahan di kantor Kecamatan Omben, Kabupaten Sampang. Mahmodin lebih dikenal dengan panggilan Pak Emmo (suku kata kedua dari Mah-mo-din, yang ditambahi awalan em). Dalam bislit pengangkatannya sebagai pegawai negeri, Emmo diberi nama lengkap oleh pemerintah menjadi Emmo Prawiro Truno. Sebagai pegawai rendahan, Mahmodin kerap berpindah-pindah tugas. Setelah dari Omben, ketika Mahfud berusia dua bulan, keluarga Mahmodin berpindah lagi ke daerah asalnya yaitu Pamekasan dan ditempatkan di Kecamatan Waru. Di sanalah Mahfud menghabiskan masa kecilnya dan memulai pendidikan sampai usia 12 tahun. Dimulai belajar dari surau sampai lulus SD.
Mahfud MD adalah anak keempat dari tujuh bersaudara, Tiga kakaknya
antara lain Dhaifah, Maihasanah dan Zahratun. Sementara ketiga adiknya
bernama Siti Hunainah, Achmad Subkhi dan Siti Marwiyah. Latar kehidupan
keluarganya yang berada di lingkungan taat beragama membuat pemberian
nama arab tersebut penting. Khusus bagi Mahfud, arti dari nama “Mahfud”
sendiri adalah “orang yang terjaga”. Dengan nama itu diharapkan Mahfud
senantiasa terjaga dari hal-hal yang buruk. Adapun inisial MD di
belakang nama Mahfud adalah singkatan dari nama ayahnya, Mahmodin, dan
bukan merupakan gelar akademik seperti sebagian orang menganggapnya.
Sebenarnya sampai lulus SD tidak ada inisial MD di belakang nama Mahfud.
Baru ketika ia memasuki sekolah lanjutan pertama, tepatnya masuk ke
Pendidikan Guru Agama (PGA), tambahan nama itu bermula. Saat di kelas I
sekolah tersebut ada tiga murid yang bernama Mohammad Mahfud. Hal itu
membuat wali kelasnya meminta agar di belakang setiap nama Mahfud diberi
tanda A, B, dan C. Namun karena kode tersebut dirasa seperti nomer
becak, wali kelas lalu memutuskan untuk memasang nama ayahnya
masing-masing dibelakang nama mahfud. Jadilah Mahfud memakai nama Mahfud
Mahmodin sedangkan teman sekelasnya yang lain bernama Mahfud Musyaffa’
dan Mahfud Madani. Dalam perjalanannya, Mahfud merasa bahwa rangkaian
nama Mahfud Mahmodin terdengar kurang keren sehingga Mahmodin
disingkatnya menjadi MD. Tambahan nama inisial itu semula hanya dipakai
di kelas, tetapi pada waktu penulisan ijazah kelulusan SMP (PGA),
inisial itu lupa dicoret sehingga terbawa terus sampai ijazah SMA,
Perguruan Tinggi, dan Guru Besar. Hal itu disebabkan karena nama pada
ijazah di setiap tingkat dibuat berdasarkan nama pada ijazah
sebelumnya. Berangkat dari situlah nama resmi Mahfud menjadi Moh. Mahfud
MD.
Secara umum, pendidikan atau sekolah Mahfud MD cenderung zig-zag. Maksudnya, rangkaian pendidikannya merupakan kombinasi dari pendidikan agama dan pendidikan umum. Mahfud mengenyam pendidikan dasar dengan belajar agama Islam dari surau dan madrasah diniyyah di desa Waru, utara Pamekasan. Masuk usia tujuh tahun, Mahfud disibukkan dengan belajra setiap harinya. Pagi hari menjalani pendidikan Sekolah Dasar, belajar di madrasah ibtidaiyah pada sorenya, dan menghabiskan waktu malam hingga pagi di surau. Setamat dari SD, Mahfud dikirim belajar ke Sekolah Pendidikan Guru Agama (PGA) Negeri di Pamekasan. Pada masa itu, ada kebanggaan tersendiri bagiorang Madura kalau anaknya bisa menjadi guru ngaji, ustadz, kyai atau guru agama. Lulus dari PGA setelah 4 tahun belajar, Mahfud terpilih mengikuti Pendidikan Hakim Islam Negeri (PHIN), sebuah sekolah kejuruan unggulan milik Departemen Agama yang terletak di Yogyakarta. Sekolah ini merekrut luluan terbaik dari PGA dan MTs seluruh Indonesia.
Mahfud tamat dari PHIN pada 1978, rencananya hendak melanjutkan sekolah ke PTIQ (Perguruan Tinggi Ilmu al-Qur'an) di Mesir. Sementara menunggu persetujuan beasiswa, Mahfud coba-coba kuliah di Fakultas Hukum Universitas Islam Indonesia dan Fakultas Sastra (Jurusan Sastra Arab) UGM. Tapi rupanya karena telanjur betah di Fakultas Hukum, Mahfud memutuskan meneruskan pendidikan ke Fakultas Hukum Universitas Islam Indonesia yang dirangkapnya dengan kuliah di Fakultas Sastra dan Budaya Universitas Gadjah Mada Jurusan Sastra Arab. Namun kuliahnya di Fakutas Sastra tidak berlanjut karena merasa ilmu bahasa Arab yang diperoleh di jurusan itu tidak lebih dari yang didapat ketika di pesantren dulu. Mengingat kemampuan ekonomi orang tua yang pas-pasan, Mahfud giat mencari biaya kuliah sendiri termasuk gigih mendapatkan beasiswa. Hal itu tidak sulit bagi Mahfud, melalui tulisan-tulisan yang dimuat di Harian Kedaulatan Rakyat dan Harian Masa Kini, Mahfud berhasil mendapatkan honorarium. Begitu juga, beasiswa Rektor UII, Yayasan Supersemar dan Yayasan Dharma Siswa Madura berhasil diperolehnya.
Sejak SMP MD, Mahfud remaja tertarik menyaksikan hingar bingar kampanye pemilu. Disitulah bibit-bibit kecintaannya pada politik terlihat. Pada masa kuliah kecintaannya pada politik semakin membuncah dan disalurkannya dengan malang melintang diberbagai organisasi kemahasiswaan intra universiter seperti Senat Mahasiswa, Badan Perwakilan Mahasiswa, dan Pers Mahasiswa. Sebelumnya Mahfud juga aktif di organisasi ekstra universiter Himpunan Mahasiswa Islam (HMI). Pilihannya pada HMI didorong oleh pemahamannya terhadap medan politik di UII. Saat itu untuk bisa menjadi pimpinan organisasi intra kampus harus berstempel sebagai aktivis HMI. Namun dari beberapa organisasi intra kampus yang pernah ia ikuti, hanya Lembaga Pers Mahasiswa yang paling ia tekuni. Sejarah mencatat ia pernah menjadi pimpinan di majalah Mahasiswa Keadilan (tingkat fakultas hukum), ia juga memimpin Majalah Mahasiswa Muhibbah (tingkat universitas). Karena begitu kritis terhadap pemerintah Orde Baru, Majalah Muhibbah yang pernah dipimpinnya pernah dibreidel sampai dua kali. Pertama dibreidel oleh Pangkopkamtib Soedomo (tahun 1978) dan terakhir dibreidel oleh Menteri Penerangan Ali Moertopo pada tahun 1983.
Lulus dari Fakultas Hukum pada tahun 1983, Mahfud tertarik untuk ikut bekerja, mengajar di almamaternya sebagai dosen dengan status sebagai Pegawai Negeri Sipil (PNS). Sekian waktu menggeluti ilmu hukum, Mahfud menemukan berbagai kegundahan terkait peran dan posisi hukum. Kekecewaannya pada hukum mulai terungkap, Mahfud menilai hukum selalu dikalahkan oleh keputusan-keputusan politik. Berangkat dari kegundahan itu, Mahfud termotivasi ingin belajar Ilmu Politik. Menurut Mahfud, hukum tidak dapat bekerja sebagaimana mestinya karena selalu diintervensi oleh politik. Dia melihat bahwa energi politik selalu lebih kuat daripada energi hukum sehingga ia ingin belajar ilmu politik. Oleh sebab itu, ketika datang peluang memasuki Program Pasca Sarjana S-2 dalam bidang Ilmu Politik pada tahun1985 di UGM, Mahfud tanpa ragu-ragu segera mengikutinya. Di UGM, Mahfud menerima kuliah dari dosen-dosen Ilmu Politik terkenal seperti Moeljarto Tjokrowinoto, Mochtar Mas’oed, Ichlasul Amal, Yahya Muhamin, Amien Rais, dan lain-lain.
Keputusannya mengambil Ilmu Politik yang notabene berbeda dengan konsentrasinya di bidang hukum tata negara bukan tanpa konsekuensi. Sebab sebagai dosen (PNS), bila mengambil studi lanjut di luar bidangnya tidak akan dihitung untuk jenjang kepangkatan. Karena itulah selepas lulus dari Program S-2 Ilmu Politik, Mahfud kemudian mengikuti pendidikan Doktor (S-3) dalam Ilmu Hukum Tata Negara di Program Pasca Sarjana UGM sampai akhirnya lulus sebagai doktor (1993). Disertasi doktornya tentang “Politik Hukum” cukup fenomenal dan menjadi bahan bacaan pokok di program pascasarjana bidang ketatanegaraan pada berbagai perguruan tinggi karena pendekatannya yang mengkombinasikan dua bidang ilmu yaitu ilmu hukum dan ilmu politik.
Dalam sejarah pendidikan doktor di UGM, Mahfud tercatat sebagai peserta pendidikan doktor yang menyelesaikan studinya dengan cepat. Pendidikan S-3 di UGM itu diselesaikannya hanya dalam waktu 2 tahun 8 bulan. Sampai saat itu (1993) untuk bidang Ilmu-Ilmu Sosial di UGM hampir tidak ada yang bisa menyelesaikan secepat itu, rata-rata pendidikan doktor diselesaikan selama 5 tahun. Tentang kecepatannya menyelesaikan studi S-3 itu Mahfud mengatakan bukan karena dirinya pandai atau memiliki keistimewaan tertentu, malainkan karena ketekunan dan dukungan dari para promotornya yaitu Prof. Moeljarto Tjokrowinoto, Prof. Maria SW Sumardjono, dan Prof. Affan Gaffar. Selain selalu tekun membaca dan menulis di semua tempat untuk keperluan disertasinya, ketiga promotor tersebut juga mengirim Mahfud ke Amerika Serikat, tepatnya ke Columbia University (New York) dan Northern Illinois University (DeKalb) untuk melakukan studi pustaka tentang politik dan hukum selama satu tahun.
Ketika melakukan studi pustaka di Pusat Studi Asia, Columbia University, New York Mahfud berkumpul dengan Artidjo Alkostar, senior dan mantan dosennya di Fakultas
Secara umum, pendidikan atau sekolah Mahfud MD cenderung zig-zag. Maksudnya, rangkaian pendidikannya merupakan kombinasi dari pendidikan agama dan pendidikan umum. Mahfud mengenyam pendidikan dasar dengan belajar agama Islam dari surau dan madrasah diniyyah di desa Waru, utara Pamekasan. Masuk usia tujuh tahun, Mahfud disibukkan dengan belajra setiap harinya. Pagi hari menjalani pendidikan Sekolah Dasar, belajar di madrasah ibtidaiyah pada sorenya, dan menghabiskan waktu malam hingga pagi di surau. Setamat dari SD, Mahfud dikirim belajar ke Sekolah Pendidikan Guru Agama (PGA) Negeri di Pamekasan. Pada masa itu, ada kebanggaan tersendiri bagiorang Madura kalau anaknya bisa menjadi guru ngaji, ustadz, kyai atau guru agama. Lulus dari PGA setelah 4 tahun belajar, Mahfud terpilih mengikuti Pendidikan Hakim Islam Negeri (PHIN), sebuah sekolah kejuruan unggulan milik Departemen Agama yang terletak di Yogyakarta. Sekolah ini merekrut luluan terbaik dari PGA dan MTs seluruh Indonesia.
Mahfud tamat dari PHIN pada 1978, rencananya hendak melanjutkan sekolah ke PTIQ (Perguruan Tinggi Ilmu al-Qur'an) di Mesir. Sementara menunggu persetujuan beasiswa, Mahfud coba-coba kuliah di Fakultas Hukum Universitas Islam Indonesia dan Fakultas Sastra (Jurusan Sastra Arab) UGM. Tapi rupanya karena telanjur betah di Fakultas Hukum, Mahfud memutuskan meneruskan pendidikan ke Fakultas Hukum Universitas Islam Indonesia yang dirangkapnya dengan kuliah di Fakultas Sastra dan Budaya Universitas Gadjah Mada Jurusan Sastra Arab. Namun kuliahnya di Fakutas Sastra tidak berlanjut karena merasa ilmu bahasa Arab yang diperoleh di jurusan itu tidak lebih dari yang didapat ketika di pesantren dulu. Mengingat kemampuan ekonomi orang tua yang pas-pasan, Mahfud giat mencari biaya kuliah sendiri termasuk gigih mendapatkan beasiswa. Hal itu tidak sulit bagi Mahfud, melalui tulisan-tulisan yang dimuat di Harian Kedaulatan Rakyat dan Harian Masa Kini, Mahfud berhasil mendapatkan honorarium. Begitu juga, beasiswa Rektor UII, Yayasan Supersemar dan Yayasan Dharma Siswa Madura berhasil diperolehnya.
Sejak SMP MD, Mahfud remaja tertarik menyaksikan hingar bingar kampanye pemilu. Disitulah bibit-bibit kecintaannya pada politik terlihat. Pada masa kuliah kecintaannya pada politik semakin membuncah dan disalurkannya dengan malang melintang diberbagai organisasi kemahasiswaan intra universiter seperti Senat Mahasiswa, Badan Perwakilan Mahasiswa, dan Pers Mahasiswa. Sebelumnya Mahfud juga aktif di organisasi ekstra universiter Himpunan Mahasiswa Islam (HMI). Pilihannya pada HMI didorong oleh pemahamannya terhadap medan politik di UII. Saat itu untuk bisa menjadi pimpinan organisasi intra kampus harus berstempel sebagai aktivis HMI. Namun dari beberapa organisasi intra kampus yang pernah ia ikuti, hanya Lembaga Pers Mahasiswa yang paling ia tekuni. Sejarah mencatat ia pernah menjadi pimpinan di majalah Mahasiswa Keadilan (tingkat fakultas hukum), ia juga memimpin Majalah Mahasiswa Muhibbah (tingkat universitas). Karena begitu kritis terhadap pemerintah Orde Baru, Majalah Muhibbah yang pernah dipimpinnya pernah dibreidel sampai dua kali. Pertama dibreidel oleh Pangkopkamtib Soedomo (tahun 1978) dan terakhir dibreidel oleh Menteri Penerangan Ali Moertopo pada tahun 1983.
Lulus dari Fakultas Hukum pada tahun 1983, Mahfud tertarik untuk ikut bekerja, mengajar di almamaternya sebagai dosen dengan status sebagai Pegawai Negeri Sipil (PNS). Sekian waktu menggeluti ilmu hukum, Mahfud menemukan berbagai kegundahan terkait peran dan posisi hukum. Kekecewaannya pada hukum mulai terungkap, Mahfud menilai hukum selalu dikalahkan oleh keputusan-keputusan politik. Berangkat dari kegundahan itu, Mahfud termotivasi ingin belajar Ilmu Politik. Menurut Mahfud, hukum tidak dapat bekerja sebagaimana mestinya karena selalu diintervensi oleh politik. Dia melihat bahwa energi politik selalu lebih kuat daripada energi hukum sehingga ia ingin belajar ilmu politik. Oleh sebab itu, ketika datang peluang memasuki Program Pasca Sarjana S-2 dalam bidang Ilmu Politik pada tahun1985 di UGM, Mahfud tanpa ragu-ragu segera mengikutinya. Di UGM, Mahfud menerima kuliah dari dosen-dosen Ilmu Politik terkenal seperti Moeljarto Tjokrowinoto, Mochtar Mas’oed, Ichlasul Amal, Yahya Muhamin, Amien Rais, dan lain-lain.
Keputusannya mengambil Ilmu Politik yang notabene berbeda dengan konsentrasinya di bidang hukum tata negara bukan tanpa konsekuensi. Sebab sebagai dosen (PNS), bila mengambil studi lanjut di luar bidangnya tidak akan dihitung untuk jenjang kepangkatan. Karena itulah selepas lulus dari Program S-2 Ilmu Politik, Mahfud kemudian mengikuti pendidikan Doktor (S-3) dalam Ilmu Hukum Tata Negara di Program Pasca Sarjana UGM sampai akhirnya lulus sebagai doktor (1993). Disertasi doktornya tentang “Politik Hukum” cukup fenomenal dan menjadi bahan bacaan pokok di program pascasarjana bidang ketatanegaraan pada berbagai perguruan tinggi karena pendekatannya yang mengkombinasikan dua bidang ilmu yaitu ilmu hukum dan ilmu politik.
Dalam sejarah pendidikan doktor di UGM, Mahfud tercatat sebagai peserta pendidikan doktor yang menyelesaikan studinya dengan cepat. Pendidikan S-3 di UGM itu diselesaikannya hanya dalam waktu 2 tahun 8 bulan. Sampai saat itu (1993) untuk bidang Ilmu-Ilmu Sosial di UGM hampir tidak ada yang bisa menyelesaikan secepat itu, rata-rata pendidikan doktor diselesaikan selama 5 tahun. Tentang kecepatannya menyelesaikan studi S-3 itu Mahfud mengatakan bukan karena dirinya pandai atau memiliki keistimewaan tertentu, malainkan karena ketekunan dan dukungan dari para promotornya yaitu Prof. Moeljarto Tjokrowinoto, Prof. Maria SW Sumardjono, dan Prof. Affan Gaffar. Selain selalu tekun membaca dan menulis di semua tempat untuk keperluan disertasinya, ketiga promotor tersebut juga mengirim Mahfud ke Amerika Serikat, tepatnya ke Columbia University (New York) dan Northern Illinois University (DeKalb) untuk melakukan studi pustaka tentang politik dan hukum selama satu tahun.
Ketika melakukan studi pustaka di Pusat Studi Asia, Columbia University, New York Mahfud berkumpul dengan Artidjo Alkostar, senior dan mantan dosennya di Fakultas
Akademisi
Mahfud MD memulai karier sebagai dosen di almamaternya, Fakultas Hukum Universitas Islam Indonesia, Yogyakarta, pada tahun 1984 dengan status sebagai Pegawai Negeri Sipil. Pada 1986-1988, Mahfud dipercaya memangku jabatan Sekretaris Jurusan Hukum Tata Negara FH UII, dan berlanjut dilantik menjadi Pembantu Dekan II Fakultas Hukum UII dari 1988 hingga 1990. Pada tahun 1993, gelar Doktor telah diraihnya dari Pascasarjana Universitas Gadjah Mada. Berikutnya, jabatan sebagai Direktur Karyasiswa UII dijalani dari 1991 sampai dengan 1993. Pada 1994, UII memilihnya sebagai Pembantu Rektor I untuk masa jabatan 1994-1998. Di tahun 1997-1999, Mahfud tercatat sebagai Anggota Panelis Badan Akreditasi Nasional Perguruan Tinggi. Mahfud sempat juga menjabat sebagai Direktur Pascasarjana UII pada 1998-2001. Dalam rentang waktu yang sama yakni 1998-1999 Mahfud juga menjabat sebagai Asesor pada Badan Akreditasi Nasional Perguruan Tinggi. Puncaknya, Mahfud MD dikukuhkan sebagai Guru Besar atau Profesor bidang Politik Hukum pada tahun 2000, dalam usia masih relatif muda yakni 40 tahun.
Mahfud tercatat sebagai dosen tetap Fakultas Hukum UII pertama yang meraih derajat Doktor pada tahun 1993. Dia meloncat mendahului bekas dosen dan senior-seniornya di UII, bahkan tidak sedikit dari bekas dosen dan senior-seniornya yang kemudian menjadi mahasiswa atau dibimbingnya dalam menempuh pendidikan pascasarjana. Didukung oleh karya tulisnya yang sangat banyak, baik dalam bentuk buku, jurnal, maupun makalah ilmiah, dari Lektor Madya, Mahfud melompat lagi, langsung menjadi Guru Besar. Jika dihitung dari awal menjadi dosen sampai meraih gelar guru besar, Mahfud hanya membutuhkan waktu 12 tahun. Hal itu menjadi sesuatu yang cukup berkesan baginya. Sebab umumnya seseorang bisa merengkuh gelar Guru Besar minimal membutuhkan waktu 20 tahun sejak awal kariernya. Dengan rentang waktu tersebut, Mahfud memegang rekor tercepat dalam sejarah pencapaian gelar Guru Besar. Pencapain itu diraih Mahfud saat usianya baru menginjak 41 tahun. Tidak heran jika pada waktu itu, Mahfud tergolong sebagai Guru Besar termuda di zamannya. Satu nama yang dapat disejajarkan adalah Yusril Ihza Mahendra, yang juga meraih gelar Guru Besar pada usia muda.
Eksekutif
Karier Mahfud MD kian cemerlang, tidak saja dalam lingkup akademik tetapi masuk ke jajaran birokrasi eksekutif di level pusat ketika di tahun 1999-2000 didaulat menjadi Pelaksana Tugas Staf Ahli Menteri Negara Urusan HAM (Eselon I B). Berikutnya pada tahun 2000 diangkat pada jabatan Eselon I A sebagai Deputi Menteri Negara Urusan HAM, yang membidangi produk legislasi urusan HAM. Belum cukup sampai di situ, kariernya terus menanjak pada 2000-2001 saat mantan aktivis HMI ini dikukuhkan sebagai Menteri Pertahanan pada Kabinet Persatuan Nasional di era pemerintahan Presiden Abdurrahman Wahid. Sebelumnya, Mahfud ditawari jabatan Jaksa Agung oleh Presiden Abdurrahman Wahid tetapi menolak karena merasa tidak memiliki kemampuan teknis. Selain menjadi Menteri Pertahanan, Mahfud sempat pula merangkap sebagai Menteri Kehakiman dan HAM setelah Yusril Ihza Mahendra diberhentikan sebagai Menteri Kehakiman dan HAM oleh Presiden Gus Dur pada 8 Februari 2001. Meski diakui, Mahfud tidak pernah efektif menjadi Menteri Kehakiman karena diangkat pada 20 Juli 2001 dan Senin, 23 Juli, Gus Dur lengser. Sejak itu Mahfud menjadi Menteri Kehakiman dan HAM demisioner.
Legislatif
Ingin mencoba dunia baru, Mahfud MD memutuskan terjun ke politik praktis. Mahfud sempat menjadi Ketua Departemen Hukum dan Keadilan DPP Partai Amanat Nasional (PAN) di awal-awal partai itu dibentuk dimana Mahfud juga turut membidani. Sempat memutuskan untuk kembali menekuni dunia akademis dengan keluar dari PAN dan kembali ke kampus. Meski memulai karier di PAN, Mahfud tak meneruskan langkahnya di partai yang dia deklarasikan itu, justru kemudian bergabung dengan mentornya, Gus Dur di Partai Kebangkitan Bangsa. Tidak menunggu lama, Mahfud dipercaya menjadi Wakil Ketua Umum Dewan Tanfidz Partai Kebangkitan Bangsa (PKB) pada tahun 2002-2005. Di tengah-tengah kesibukan berpolitik itu, Universitas Islam Kadiri (Uniska) meminang Mahfud MD untuk menjadi Rektor periode 2003-2006. Meski bersedia, namun beberapa waktu kemudian Mahfud mengundurkan diri karena khawatir tidak dapat berbuat optimal saat menjadi Rektor akibat kesibukan serta domisilinya yang di luar Kediri. Kiprahnya terus berlanjut, kali ini di dunia politik, Mahdud terpilih menjadi anggota DPR RI periode 2004-2008. Mahfud MD bertugas di Komisi III DPR sejak 2004.bersama koleganya di Fraksi Kebangkitan Bangsa. Namun sejak 2008, Mahfud MD berpindah ke Komisi I DPR. Di samping menjadi anggota legislatif, sejak 2006 Mahfud juga menjadi Anggota Tim Konsultan Ahli pada Badan Pembinaan Hukum Nasional (BPHN) Departemen Hukum dan Hak Asasi Manusia (Depkumham).
Yudikatif
Belum puas berkarier di eksekutif dan legislatif, Mahfud MD mantap menjatuhkan pilihan mengabdi di ranah yudikatif untuk menjadi hakim konstitusi melalui jalur DPR. Setelah melalui serangkaian proses uji kelayakan dan kepatutan bersama 16 calon hakim konstitusi di Komisi III DPR akhirnya Mahfud bersama dengan Akil Mochtar dan Jimly Asshiddiqie terpilih menjadi hakim konstitusi dari jalur DPR. Mahfud MD terpilih menggantikan hakim Konstitusi Achmad Roestandi yang memasuki masa purna tugas. Pelantikannya menjadi Hakim Konstitusi terhitung sejak 1 April 2008, berdasarkan Keputusan Presiden RI Nomor 14/P/Tahun 2008, yang ditetapkan di Jakarta pada tanggal 28 Maret 2008. Selanjutnya, pada pemilihan Ketua Mahkamah Konstitusi, yang berlangsung terbuka di ruang sidang pleno Gedung Mahkamah Konstitusi, Jakarta, Selasa 19 Agustus 2008, Mahfud MD terpilih menjadi Ketua Mahkamah Konstitusi periode 2008-2011 menggantikan ketua sebelumnya, Jimly Asshiddiqie. Dalam pemungutan suara, Mahfud menang tipis, satu suara yakni mendapat 5 suara sedang Jimly 4 suara. Secara resmi, Mahfud MD dilantik dan mengangkat sumpah Ketua Mahkamah Konstitusi di Gedung Mahkamah Konstitusi, pada Kamis 21 Agustus 2008.
Disela-sela kesibukannya sebagai Ketua Mahkamah Konstitusi, Mahfud MD selalu menyempatkan waktunya untuk mengajar, biasanya di hari Sabtu dan Minggu. Mahfud terbiasa dengan kondisi demikian, sebab dari awal karier, Mahfud memang berkeinginan menjadi pengajar, jiwa yang dimiliki adalah jiwa untuk mengajar. Hal ini sudah tampak sejak Mahfud kecil bercita-cita ingin menjadi guru ngaji. Setelah kuliah, Mahfud ingin menjadi dosen, karena suka melihat dosen-dosen yang kreatif dan suka berdebat. Bahkan Mahfud sering bolos bila dosen yang mengajar adalah dosen yang tidak kreatif.
Referensi :
- http://www.mahfudmd.com/index.php?page=web.BiografiDetail&id=1
- http://www.mahfudmd.com/index.php?page=web.BiografiDetail&id=3
- http://www.mahfudmd.com/index.php?page=web.BiografiDetail&id=4
- http://www.mahfudmd.com/index.php?page=web.BiografiDetail&id=9
Kumpulan Biografi Tokoh Terkenal dan Tokoh Indonesia Lengkap www.kolom-biografi.blogspot.com
nah, Artikel di atas adalah beberapa biografi nama nama tokoh di indonesia . semoga dapat menjadi manfa'at untuk kita semua agar supaya kita dapat sedikit meniru jejak langkah mereka. khususnya buat saya seorang santri yang sedang tabarukan dengan beliau beliau . . . . .